Jumat, 05 Juni 2009

Tugas Kelompok Ground Handling

Anggota Kelompok :

1. Hidayat Nataatmaja (224105397)
2. Danu Mardika (224105309)
3. Denny Yudha Haryadi (224105314)
4. Astrid (224103228)
5. Titus Triantoro (224105359)
6. Hafid AlFarizy (224105398)

Pesawat Hercules TNI AU Jatuh Lagi

Belum lama berselang setelah pesawat Fokker F-27 A-2703 jatuh di Lanud Husein Sastranegara, Bandung menewaskan 24 penumpang dan awak pesawat (Senin, 6/4), lalu C-130 Hercules A-1302 undershoot di Wamena (Senin, 11/5) menyebabkan roda utama terlepas, kini satu lagi pesawat C-130 Hercules A-1325 jatuh di Dusun Geplak, (Rabu, 20/5), Madiun sekitar pukul 06.25 WIB.

Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara Marsma TNI FH Bambang Sulistyo menyatakan, A-1325 berangkat dari Lanud Halim Perdanakusuma menuju Lanud Iswahjudi dalam rangka penerbangan PAUM (Penerbangan Angkutan Udara Militer). Dalam penerbangan ini keluarga dari lingkungan TNI AU bisa ikut dalam penerbangan. Pada saat kejadian, Kadispenau menyatakan, jarak pandang di sekitar Lanud Iswahjudi berkisar 1 km. Sumber Angkasa di Madiun menyebut, pada pagi hari sering terjadi kabut (ground fog). Seorang warga menyatakan, sebelum jatuh, A-1325 tampak oleng dan terlihat beberapa serpihan jatuh dari sayap pesawat. Sumber lain menyebut, mesin pesawat mati sebelum pesawat jatuh.

Informasi sementara menyebutkan, ada 112 penumpang beserta awak pesawat. Termasuk Marsma TNI Harsono beserta istri. Marsma Harsono saat kejadian menjabat sebagai Panglima Komando Sektor IV Pertahanan Udara Nasional.

Menurut pantauan Angkasa, penerbangan PAUM memang menjadi salah satu kesempatan bagi keluarga besar TNI AU untuk pergi menggunakan pesawat angkut milik TNI AU. Paling tidak banyak yang merasa terbantu terlebih pada saat menjelang liburan atau hari raya.

Dari hasil tayangan di televisi, ekor A-1325 berada dalam posisi terbalik. Pesawat terbelah beberapa bagian.

Komandan Skadron Udara 31 Letkol Pnb Purwoko Aji Prabowo, beberapa hari sebelum kecelakaan kepada Angkasa menyatakan, proses latihan di tingkat skadron dilakukan secara maksimal. Selain menggunakan simulator, pilot-pilot di Skadron Udara 31 juga melakukan latihan langsung menggunakan pesawat aslinya. “Harusnya tidak ada masalah,” kata Purwoko.

Dari berita yang dilansir oleh majalah ANGKASA tanggal 20 mei 2009 diatas, akan timbul pertanyaan-pertanyaan, apa yang sedang terjadi pada pesawat-pesawat yang dioperasikan oleh TNI terutama TNI AU? Apa yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan pada pesawat-pesawat TNI yang seperti menunggu arisan kapan jatuh?

Bila melihat pemikiran banyak orang, kejadian-kejadian diatas hanya berujung pada satu penyebab yaitu anggaran yang dialokasikan untuk biaya pertahanan Negara yang sangat minim. Anggaran yang dibutuhkan untuk biaya pertahanan Negara ini yang optimal adalah sekitar Rp. 106 triliun, tetapi yang dapat dipenuhi oleh pemerintah adalah Rp. 30,6 triliun. Dari perbedaan tersebut, dapat dilihat bahwa selisih anggaran pertahanan cukup besar. Jadi, TNI harus sangat berhemat mengelola anggaran pertahanan dan mengurangi biaya perawatan peralatan-peralatan TNI, termasuk perawatan pesawat-pesawat udara TNI.

Masalah anggaran adalah satu dari banyak masalah yang dialami negeri ini, pemerintah juga telah berusaha memberikan anggaaran semampunya untuk biaya pertahanan Negara, karena banyak sektor-sektor lain yang lebih membutuhkan. Kita tinggalkan dulu TNI dan masalah keuangannya, karena timbul satu pertanyaan yang butuh untuk dijawab sesegera mungkin, pertanyaannya adalah bagaimana proses penyelidikan kecelkaan-kecelakaan pesawat-pesawat udara militer? Seperti yang kita tahu, setiap kecelakaan-kecelakaan transportasi di Indonesia termasuk transportasi udara, penyelidikan akan diserahkan kepada KNKT, tetapi bila kecelakaan terjadi pada peralatan militer, belum ada hukum yang jelas memberikan kuasa kepada KNKT untuk menyelidiki kecelakaan secara keseluruhan pada peralatan militer. Apakah penyelidikan akan dilakukan oleh TNI sendiri? bukankah kecelakaan tersebut juga menelan korban sipil? Dapatkah TNI berlaku transparan dalam melakukan penyelidikannya?

Ada satu pertanyaan lagi yang timbul dari peristiwa tersebut, bagaimana cara menyelidiki kecelakaan pada pesawat-pesawat militer? Semua pesawat-pesawat militer tidak dilengkapi dengan black box yang mencatat rekaman komunikasi antara pesawat dengan ATC. Hal tersebut dikarenakan bila pesawat militer ditembak jatuh pada suatu pertempuran dan pesawat tersebut dilengkapi dengan black box maka, musuh dapat mengetahui strategi yang digunakan Negara kita. Apakah metode lain yang digunakan dapat seakurat dan secepat penyelidikan dengan menggunakan black box?

Ada begitu banyak pertanyaan dan sedikit jawaban yang dapat dicari. Semua pertanyaan diatas mungkin hanya dapat dijawab pada saat pengumuman hasil penyelidikan kecelakaan pesawat Hercules C-130 A-1325 milik TNI AU sekitar satu bulan lagi dari sekarang. Satu hal yang dapat kita lakukan yaitu, menunggu…

4 komentar:

  1. posting ini kami buat untuk memenuhi tugas ground handling....
    komentarin yah....

    BalasHapus
  2. blog ini cukup memberikan informasi..
    saya suka sekali sama blog ini..

    BalasHapus
  3. wow..dahsyat
    pmikiran anak2 muda ini bnar2 jenius...
    saya suka sekali

    BalasHapus
  4. semoga blog ini mendapatkan nilai yang bagus..
    semoga berhasil ya..

    BalasHapus